PROFESIONAL DALAM BEKERJA: JAMINAN INTEGRITAS PNS DAN KEADILAN BUAT WAJIB PAJAK   Leave a comment

Tangerang, 6 Maret 2012

PROFESIONAL DALAM BEKERJA: JAMINAN INTEGRITAS PNS DAN KEADILAN BUAT WAJIB PAJAK

Assalamualaikum wr.wb

KATA PENGANTAR

Tulisan ini, sebagai tulisan bagian ketiga, adalah penutup dari rangkaian tulisan pertama (Fakta dari Sebuah Fatamorgana) dan tulisan kedua (Sebuah Dedikasi yang Tergadai oleh Konspirasi). Sehingga dari tulisan terakhir ini, bisa dilihat, dibaca, dipikirkan dengan jernih, kenapa semua rangkaian permasalahan ini bisa terjadi.

Tulisan bagian ketiga ini, semula akan mengambil judul: “Pemaksaan Pelacuran Profesionalisme dan Keilmuan”. Maksudnya adalah untuk memperlihatkan dan mengingatkan, sebuah profesionalisme dalam bekerja dan bertindak dalam koridor keilmuan, itu adalah syarat mendasar yang harus dipegang oleh setiap abdi negara (PNS). Istilah “pelacur” identik dengan melakukan pekerjaan untuk memuaskan syahwat orang lain. Jadi, apapun posisinya, apakah level paling atas dalam sebuah sistem, ataupun hanya level terbawah sebagai pelaksana, kita harus bekerja dalam koridor profesionalisme dan keilmuan. Kalau kita bekerja hanya sesuai pesanan “bos”, harus begini-begitu, tetapi tidak sesuai dengan koridor keilmuan, jangan pernah mau. Tetaplah berpegang pada prinsip profesionalitas dan keilmuan. Berarti itu kita setia pada negara.

Tetapi, setelah merenung cukup lama, Ajib mengubah judulnya menjadi lebih positif. Karena ada satu prinsip kepercayaan yang dipegang Ajib, ketika kita berbicara dengan bahasa negatif, maka persepsi kita juga cenderung negatif, sehingga jiwa dan aura kita menjadi ikut negatif. Tidak ada salahnya, dan akan menjadi lebih bagus, dalam menyampaikan pesan, disertai dengan bahasa yang positif. Karena, itulah cerminan dari orang yang menulis (dan termasuk berbicara). Semoga kita semua selalu dalam suasana, pemikiran, dan jiwa yang positif.

Profesional dalam Bekerja: Jaminan Integritas PNS dan Keadilan buat Wajib Pajak, itulah judul yang akhirnya dipilih (semoga tidak mereduksi pesan yang ingin disampaikan).

Tulisan ini akan dibagi menjadi 6 bagian. Bagian pertama menjabarkan tentang arti profesionalisme dalam kaca mata Ajib dan bagaimana Ajib memegang prinsip ini dari waktu kuliah, magang dan bekerja. Kemudian dalam bagian kedua, akan sedikit diinformasikan tentang prinsip-prinsip penilaian (valuation) secara umum. Konsep dan prinsip umum, definisi-definisi, serta kode etik yang harus dipegang.

Dalam bagian ketiga, Ajib akan sharing tentang pengenaan PBB atas sebuah Objek Pajak. Apa itu Objek, Tahun pajak, Saat terhutang, dan Dasar pengenaan dalam PBB, serta bagaimana aplikasi Penilaian untuk PBB.

Dalam bagian keempat inilah akan disinggung tentang penilaian atas objek yang dikait-kaitkan, yang berusaha untuk membuat logis tentang adanya rekening dengan perputaran tinggi dan bisnis yang terkesan “wah” (uraian lebih detail tentang harta dan bisnis ini ada di: Fakta dari Sebuah Fatamorgana). Isi bagian keempat ini akan diadu oleh isi tulisan bagian kelima. Bagaimana penilaian untuk objek tersebut menurut “orang lain”. Dalam kerangka objektivitas, silahkan anda nilai, mana yang lebih berpegang teguh pada prinsip-prinsip penilaian.

Tidak lupa, akan disampaikan sedikit kesimpulan dan saran, yang semoga berguna untuk masyarakat, dalam bagian terakhir tulisan ini.

PROFESIONALISME, ARTI BUAT SEORANG AJIB
Profesional, berarti bekerja sesuai dengan bagian pekerjaannya, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, sesuai dengan keilmuan, dan sesuai dengan norma-norma.

Profesionalisme adalah jiwa profesional.

Buat Ajib, ini adalah harga mati yang harus terus dipegang, karena inilah ukuran integritas dalam bekerja. Ketika seseorang bekerja tidak sesuai dengan prinsip-prinsip keilmuan, maka orang tersebut tidak bisa dikatakan profesional.

Sedikit gambaran, mulai pada waktu kuliah, Ajib sudah memegang arti profesionalisme. Contoh, daripada mencontek, mendingan mendapat nilai yang nggak bagus. Tetapi, Alhamdulillah Ajib lulus dengan nilai yang relatif bagus. Sama halnya waktu kuliah di STAN, waktu melanjutkan ke UNDIP, Ajib juga tetap profesional. Dan berhubung Penilaian adalah bidang ilmu yang digemarinya, Alhamdulillah Ajib kembali lulus dengan nilai yang relatif bagus. Tidak ada satu pun maksud untuk sombong dengan nilai yang bagus, tetapi Ajib disni ingin menunjukkan, bahwa yang namanya profesional akan menghasilkan sesuatu yang positif.

Pada waktu magang, Ajib tidak kenal kompromi dengan hal-hal yang di luar jalur profesionalitas, bahkan konfrontasi dengan kakak kelas pun bukan suatu hal yang baru.

Nah, kalau pada waktu bekerja (hampir di semua tempat bekerja), Ajib bukanlah seorang pekerja tim yang bagus, karena Ajib “terlalu” kaku dengan prinsipnya. Istilah “terlalu” disini diberi tanda petik, karena, dimanapun, istilah ini mempunyai nilai yang relatif. Sekedar contoh, kalau misalnya Ajib diberikan pekerjaan, terus laporannya tidak sesuai dengan pendapat atasan, Ajib akan bilang: “Pak, tanpa mengurangi rasa hormat, menurut dasar keilmuan yang saya pelajari, ya begini laporannya. Kalau menurut bapak lain, ya bapak tunjuk saja petugas lain yang setuju dengan pendapat bapak.” Bukannya kita melawan, tetapi, berbeda pendapat itu adalah hal yang biasa. Faktanya, jarang atasan Ajib yang terus “sakit hati” karena berbeda pendapat. Pekerjaan adalah pekerjaan, urusan pribadi adalah urusan pribadi. Ini juga sekaligus menunjukkan bahwa atasan-atasan Ajib secara umum juga orang profesional.

Ketika melaksanakan pekerjaan dengan penuh profesionalisme, manfaat sebagai PNS adalah untuk menunjukkan integritasnya. Sedangkan manfaat buat wajib pajak adalah keadilan dan kepastian hukum. Wajib Pajak adalah orang/badan yang ikut membantu pembangunan negara. Kalau seorang PNS (petugas pajak) hanya berorientasi pada penerimaan negara, dengan “memeras” wajib pajak dengan menentukan angka ketetapan pajak, tanpa dasar yang jelas, atau hanya berdasarkan asumsi (bukan fakta dan keilmuan), itu berarti PNS yang tidak profesional dan melecehkan wajib pajak. Bukannya Ajib Hamdani membela Wajib Pajak, tetapi, berusaha bekerja dalam kerangka profesionalisme. Kata kuncinya bukan pada besaran ketetapan yang dibuat, tetapi profesionalisme dalam bekerja.

Kita, sebagai insan, akan bisa menjadi seperti apa kita seharusnya menjadi, ketika kita bisa bersikap profesional, apapun posisi kita, apapun profesi kita. Semoga jiwa profesionalisme selalu bisa menyertai kita.

Dalam uraian selanjutnya, akan dipaparkan, bagaimana Ajib memegang prinsip profesionalisme sebagai seorang pelaksana di Seksi Ekstensifikasi di KPP Pratama Jakarta Kelapa Gading, dimana tugasnya adalah mendata ke lapangan (bukan menilai, karena sebagai pelaksana belum boleh melakukan penilaian), mengobservasi kondisi riel lapangan, memfoto dan mendokumentasikan, meng-entry hasil pengamatan di lapangan, dan akhirnya keluar nilai dari sistem.

PENILAIAN (VALUATION)
Sesuai dengan definisi dari Standar penilaian Indonesia, Penilaian (valuation) adalah pekerjaan profesi penilai untuk memberikan suatu opini nilai ekonomi yang berakar pada ilmu ekonomi klasik dan kontemporer.

Nilai adalah konsep ekonomi yang merujuk hubungan finansial antara barang dan jasa yang tersedia untuk dibeli dan mereka yang membeli dan menjualnya.

Nilai Pasar adalah perkiraan jumlah uang pada tanggal penilaian, yang dapat diperoleh dari nilai transaksi jual beli atau hasil penukaran suatu properti, antara pembeli yang berminat membeli dan penjual yang berminat menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang penawarannya dilakukan secara layak, dan kedua pihak masing-masing mengetahui kegunaan properti tersebut, bertindak hati-hati dan tanpa paksaan.

Pendekatan dalam Penilaian ada tiga (3) macam:

Yang pertama: pendekatan biaya (cost approach). Pendekatan ini menyatakan bahwa sebagai pengganti atau substitusi dari properti yang dibeli, seseorang dapat membangun properti lain yang berupa tiruan dan atau yang memiliki kegunaan yang sama.

Yang kedua: pendekatan perbandingan data pasar (sales comparison approach). Pendekatan ini merupakan pendekatan yang menggunakan data penjualan atas properti yang sebanding ataupun yang hampir sebanding dengan nilai properti yang didasarkan pada suatu proses pambandingan. Umumnya, properti yang dinilai (objek penilaian) dibandingkan dengan dengan transaksi properti pembanding yang telah terjadi maupun properti yang properti yang masih dalam tahap penawaran penjualan dari suatu proses jual beli.

Yang ketiga: pendekatan pendapatan (income approach). Pendekatan ini merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam penilaian properti yang menghasilkan (income producing property). Nilai properti merupakan fungsi dari pendapatan yang dapat dihasilkan oleh properti tersebut. Ada empat metodologi yang lazim digunakan dalam metodologi pendapatan, yaitu: Gross Income Multiplier (GIM), Direct Capitalization, Discounted Cash Flow (DCF) dan Residual Technique.

Dalam salah satu kode etik penilai, ada yang namanya Integritas, yaitu yang memenuhi beberapa syarat. Penilai tidak boleh bertindak curang dan menyesatkan. Penilai tidak boleh dengan sengaja menyampaikan menetapkan suatu laporan penilaian yang isinya palsu, tidak tepat, atau berdasarkan analisis yang memihak.

Hasil laporan penilaian hanya berlaku pada saat tanggal penilaian.

PENILAIAN DALAM PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)
Nah, sekarang bagaimana aplikasinya dalam penilaian properti untuk Objek Pajak bumi dan Bangunan (PBB)? Penilaian dalam PBB mengacu pada Undang-undang Republik Indonesia nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) s.t.d.t.d. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994.

Dalam pasal 2 disebutkan bahwa Objek PBB adalah Bumi dan/atau Bangunan. Sedangkan dalam pasal 4 disebutkan tentang Subjek Pajak, yaitu orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.

Dasar Pengenaan Pajak, sesuai dengan pasal 7, adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Besarnya nilai NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya.
Nilai jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar. Dan bila mana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak Pengganti.

Dalam pasal 8, sangat jelas sekali disebutkan bahwa tahun pajak adalah satu tahun takwim. Saat yang menentukan pajak yang terhutang adalah keadaan objek pajak pada Tanggal 1 Januari.

Aplikasi secara teknisnya seperti ini:
Pada dasarnya, besarnya ketetapan PBB yabg harus dibayar oleh Subjek Pajak, tertuang dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT). Dalam SPPT Tersebut dicantumkan secara detail, berapa luas tanah, luas bangunan, nilai tanah/m2, nilai bangunan/m2, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), dan ketetapan PBB yang harus dibayar.

Nilai tanah dan Nilai Bangunan adalah official assesment.

Dalam melakukan penilaian atas NJOP, Direktorat jenderal Pajak (DJP) memisahkan dua jenis properti yang notabene satu entitas, yaitu tanahnya dan bangunannya. Masing-masing bagian tersebut dihitung dengan metode (pendekatan) yang berbeda. Untuk menilai tanah, menggunakan perbandingan data pasar (sales comparison approach), sedangkan nilai bangunan dengan metode biaya (cost approach). Memang, sebenarnya ada sedikit kontroversi dari sisi penilaian, untuk satu entitas properti, seharusnya dilakukan dengan satu metode. Atau dilakukan dengan beberapa metode, kemudian direkonsiliasi nilainya. Tetapi, lepas dari kontroversi tersebut, mari kita lanjutkan diskusi kita tentang penilaian dalam PBB.

Tanah
Penilaian tanah/m2 menggunakan analisis Zona Nilai Tanah (ZNT) yang menunjukkan Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) dalam area tersebut. Penilai (dan petugas pelaksana pembantunya, dalam hal ini Ajib), melakukan collecting data transaksi jual beli maupun yang ditawarkan. Pengumpulan data ini bisa didapat dari notaris, agen properti, lurah, dan lain-lain. Semakin banyak data yang terkumpul, makin bagus, karena akan lebih bagus untuk bahan pembanding.

Dari data-data transaksi tersebut, kemudian di-plotting ke dalam peta untuk mengetahi sebarannya dan untuk mencari berapa Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) untuk suatu zona. Jika dalam satu Zona Nilai Tanah (ZNT) sudah ada beberapa transaksi, tinggal dibuat average-nya saja. Sedangkan kalau dalam satu ZNT tersebut tidak ada transaksi, maka dilakukan analisa dan penyesuaian-penyesuaian yang dibutuhkan, sehingga Nilai tanah untuk ZNT tersebut terbentuk.

Masing-masing Zona Nilai Tanah (ZNT) mempunyai kode-kode yang bersifat unik.

Jadi, pada prinsipnya, Penilai PBB menggunkan pendekatan data pasar untuk mencari nilai tanah/m2 dalam lingkup kerjanya.

Bangunan
Untuk mencari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Bangunan/ m2, Penilai PBB menggunakan metode biaya (cost approach). Jadi, berapa jumlah uang yang dibutuhkan untuk membangun bangunan tersebut. Dalam proses penilaian bangunan ini, Penilai PBB menggunakan dua kemungkinan cara. Yang pertama adalah dengan bantuan Computerized Assisted Valuation (CAV) untuk objek-objek yang bersifat umum dan massal. Sedangkan untuk objek-objek yang bersifat khusus, menggunakan metode Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB). Dalam sistem DBKB ini, Penilai PBB harus tahu detail kondisi lapangan, kondisi bangunan, dan perkembangan pembangunan (untuk underconstruction building).

Sebenarnya sangat sederhana, yang penting data yang dimasukkan sesuai kondisi lapangan, maka akan keluar angka ketetapan NJOP Bangunan/m2 sesuai dengan Nilai Pasar.

Jadi, PBB adalah pajak yang hampir tidak bisa dimanipulasi, karena objeknya sangat kasat mata, tidak ada yang bisa disembunyikan oleh Wajib Pajak.

Sesuai dengan ketentuan Saat Terhutang Pajak, maka SPPT dicetak setiap Tanggal 1 januari tahun berjalan. Jadi, proses penilaiannya dilakukan sebelum tanggal tersebut.

PENILAIAN UNTUK OBJEK YANG DIKAITKAN DALAM RANGKAIAN PERMASALAHAN INI
Dalam beberapa media diinformasikan (untuk sekaligus membuat logis tentang justifikasi harta dan rekening Ajib) bahwa Ajib pernah melakukan penilaian objek di Kelapa Gading dengan cara tidak profesional. Coba kita lihat, profesional atau tidak laporannya.

Kita sebut saja untuk objek inilah bangunan ABC. Kronologi pembangunan ABC: ABC mulai dibangun pada sekitar tahun 2005/2006. Pembangunan ini bersifat multiyears. Bangunan selesai dan softlaunching Tanggal 09-09-09 (Sembilan September 2009).

Ajib penempatan di KPP Pratama Kelapa Gading pada 1 Agustus 2007. Pada akhir tahun 2007 (untuk ketetapan PBB tahun 2008), Ajib mendapatkan tugas untuk membantu penilaian ABC. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, penilaian bisa dilakukan tiga tahun sekali, atau, kalau dianggap perlu bisa dibuat setahun sekali.

Kemudian Ajib mengerjakan pekerjaan sebagaimana mestinya. Survey lapangan, membuat draft laporan, dan sebagainya. Pembangunan masih belum selesai. Pada tahun 2005/2006 baru pondasi. Akhir 2007 masih berupa kerangka. Tahun 2008/2009 finishing dan pemasangan fasilitas-fasilitas.

Berhubung bangunan masih underconstruction, sesuai dengan metode penilaian, maka dibuat adjustment (penyesuaian) sesuai dengan progress pembangunan.

Setelah semua dokumen terkumpul, maka dilakukan analisis nilai, baik nilai tanah maupun nilai bangunan. Ajib tidak hafal angka tepatnya. Yang diingat adalah nilai bangunan per meter pesegi. Untuk ketetapan PBB 2007, ketetapan NJOP Bangunan/m2 adalah Rp. 1.833.000,-. Kemudian, setelah dilakukan penilaian tersebut, NJOP Bangunannya naik menjadi Rp. 2.625.000,-/m2. Jadi sebenarnya nilai bangunan tersebut sudah naik. Dan itu sesuai dengan kondisi di lapangan.

Sedangkan kalau mau melihat, objek tersebut menjadi satu bangunan, atau menjadi pecah-pecah banyak? Dalam PBB sudah sangat jelas aturannya, Surat Pemberitahuan Pajak terhutang (SPPT) itu mengacu pada batas kepemilikan. Batas kepemilikan disini adalah sesuai dengan sertifikat tanah dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Jadi, yang memecah sertifikat adalah BPN, dan SPPT PBB mengikuti batas kepemilikan tersebut.

PBB adalah pajak yang objektif. Tinggal lihat saja kondisi bangunannya. Entry ke dalam sistem, maka kita akan mendapatkan NJOP/m2.

Jadi, kalau ada orang bertanya saat ini, berapa NJOP Bangunan/m2 untuk akhir 2007. Ya itu lah jawabannya. Kalau misalnya Ajib disuruh melakukan penilaian ulang untuk kondisi akhir tahun 2007, ya tetap segitu nilainya.

Jadi, proses penilaian yang dilakukan waktu itu (dan dibantu oleh Ajib), ketetapannya menaikkan PBB yang harus dibayar. PBB untuk objek tersebut tidak pernah turun. Ketetapannya naik, tetapi tentu saja disesuaikan dengan perkembangan pembangunan pada saat penilaian.

“PENILAIAN” MENURUT ORANG LAIN
Nah, yang menarik, seru, dan bisa menjadi debatable adalah, pada tahun 2010 ada orang/pihak yang bilang bahwa ABC harusnya NJOP Bangunan/m2 adalah Rp. 4 juta-an, Luas Bangunan harusnya sekian. Karena proses penilaian dan verifikasi lapangan di lakukan pada tahun 2010. Lah, kalau itu untuk ketetapan 2010 atau 2011, sih betul aja. Tetapi, masa untuk akhir tahun 2007 juga nilainya segitu. Kalau pada tahun 2007 saja nilainya sudah 4 juta-an per meter persegi, seharusnya tahun 2010 menjadi 8 juta-an per meter pesegi (kalau kita mengikuti alur berpikir pihak ini). Kan proses pembangunannya terus berjalan.

Terus, katanya, prosedurnya tidak benar. Prosedur mana yang katanya nggak prosedural juga nggak jelas.

Karena ada selisih nilai inilah, maka wajib pajak diuntungkan, dan negara dirugikan.

Nah, profesionalisme penilai dibutuhkan disini, menilai harus dari sudut pandang objektifitas, bukan berdasarkan kepentingan.

Kira-kira, kalau anda sebagai Wajib Pajak, membangun rumah, baru sampai pondasi dan kerangka, tetapi disuruh membayar untuk bangunan sampai jadi, sampai semua fasilitas terpasang, apakah anda akan komplain? Sangat mungkin iya, karena itu tidak sesuai dengan asas keadilan.

Sebenarnya cukup sederhana kalau pihak yang lebih diyakini adalah angka terakhir ini, terbitkan saja pajak kurang bayar. Kalau wajib pajak merasa keberatan, adu saja, mana pendapat yang lebih benar. Ajib pribadi percaya, kalau memang diterbitkan surat kurang bayar dengan metode seperti ini, hanya memalukan kantor pajak saja, karena di atas kertas kantor pajak akan kalah kalau wajib pajak banding (itu prediksi Ajib saja).

Atau mungkin bisa metode lain untuk menguji keabsahan hasil penilaiannya. Sewa saja penilai profesional. Rekonstruksi lagi kejadian pada akhir tahun 2007, seperti apa hasil laporan penilaiannya. Ajib sangat yakin dan percaya diri, hasil penilaian (yang dibantunya)-lah yang lebih mendekati, atau sama dengan penilai profesional.

KESIMPULAN DAN SARAN
Sebagai penutup tulisan ini, sekaligus penutup rangkaian cerita yang ada, ada beberapa kesimpulan:
1. Masih banyak PNS yang perlu di –upgrade kapabilitasnya;
2. Masih banyak PNS yang belum profesional;
3. Belum ada Standard Operating Procedure (SOP) tentang sebuah hasil penilaian yang kemudian ada yang mengkritiknya, atau bisa diubah setiap saat, dan bagaimana dengan kepastian dan keadilan bagi wajib pajak;
4. Wajib Pajak bisa tidak mendapatkan kepastian hukum.

Berdasarkan beberapa kondisi di atas, dengan rendah hati penulis memberikan beberapa masukan yang mungkin berguna:
1. Sekolah-sekolah kedinasan untuk penilaian sangat penting. Atau PNS Penilai diikutkan dalam kursus sertifikasi penilaian yang dilaksanakan oleh Masyarakat Asosiasi Penilai Indonesia (MAPPI);
2. PNS maupun jajaran fungsional tidak seharusnya dipatok dengan target, tetapi kerjanya rawan membabi-buta. Kalau seperti ini, mudah sekali nanti dikalahkan oleh wajib pajak yang keberatan, atau bahkan bisa digugat oleh Wajib Pajak. Yang perlu ditekankan adalah bekerja secara profesional;
3. Harus ada SOP tentang Laporan Penilaian yang dibuat, jika ada orang yang berpendapat lain;
4. Wajib pajak harus diberikan kepastian hukum dan keadilan, sehingga mereka akan membayar pajak dengan suka rela, tanpa paksaan, dan itu pasti lebih berkah buat bangsa ini.

Demikian tulisan ini dibuat. Semoga bisa dijadikan bahan masukan, evaluasi, ataupun sekedar bahan diskusi oleh para pembaca.

Ajib akan sangat senang sekali kalau punya kesempatan untuk berdiskusi lebih lanjut tentang penilaian (sesuai tulisan bagian ini), pemakluman dan islah (untuk tulisan bagian kedua), dan diskusi tentang bisnis dalam arti luas (sesuai dengan tulisan pertama).

Akhir kata, kalau misalnya yang Ajib sampaikan itu benar, itu adalah petunjuk dari Tuhan dan aturan-aturan yang pernah dipelajari, tetapi kalau ada yang salah, itu adalah kesalahan Ajib sebagai manusia.

Terima kasih atas perhatiannya, sampai ketemu di lain tulisan, dan…sukses selalu buat kita semua.

Wassalamualaikum wr.wb.

Salam Hangat,

Ajib Hamdani

sumber

Posted Maret 13, 2013 by 4n1ef in News

Tinggalkan komentar